Rabu, 29 Mei 2013

Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Cara Pemeteraian Kemudian

I. Pemeteraian Kemudian dilakukan atas:
1. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan;
2. Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya:
3. Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia. Pemeteraian kemudian wajib dilakukan terhadap dokumen-dokumen seperti diatas dengan menggunakan:
a. Meterai Tempel; atau
b. Surat Setoran Pajak yang disahkan oleh Pejabat Pos.
II. Besarnya Bea Meterai yang Harus Diiunasi dengan Cara Pemeteraian Kemudian adalah:
1. Atas dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan;
2. Atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya adalah sebesar Bea Meterai yang terutang;
3. Atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan.
III. Lain-Lain
Pemegang dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan dilunasi dengan menggunakan meterai tempel sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan. pemegang dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang wajib membayar denda sebesar 200% (duaratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. Dalam hal pemeteraian kemudian atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia sebagaimana dimaksud baru dilakukan setelah dokumen digunakan, pemegang dokumen wajib membayar denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang terutang dan dilunasi dengan menggunakan Surat.

Rabu, 22 Mei 2013

FAKTUR PAJAK menurut PER-24/PJ/2013

Semakin maraknya kasus penerbit atau pengguna faktur pajak fiktif yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini dan untuk pengawasan yang lebih ketat, maka diterbitkan Peraturan  Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak.

PER-24/PJ/2012 ini merupakan perubahan ketentuan tentang Faktur Pajak PER-13/PER-65 tahun 2010.

Seluruh Pengusaha Kena Pajak (PKP), terhitung mulai tgl 1 Juni 2013 wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai ketentuan yang diatur dalam PER-24/PJ/2012 .  Untuk aturannya klik PER-08/PJ/2013 .

Arah Kebijakan Pengaturan Faktur Pajak ini adalah :
1. Penomoran FP tidak lagi dilakukan sendiri oleh PKP, tetapi dikendalikan oleh DJP melalui pemberian nomor seri FP, dimana bentuk dan tata caranya ditentukan oleh DJP.

2. Mengembalikan pengaturan FP sesua.i dengan UU KUP dan UU PPN, srehingga mempunyai  basis legal   yang kuat dan lebih memberikan kepastian hukum baik bagi PKP maupun bagi DJP.

Pada tanggal 2 Mei 2013, Direktur Jenderal Pajak A. Fuad Rahmany menegaskan Wajib Pajak DILARANG untuk menerbitkan dan/atau menggunaka  Faktur Pajak Tidak Sah. Pengumuman Direktur Jenderal Pajak terkait kasus Faktur Pajak Fiktif.